makalah TBK II
MAKALAH
“ Pembelajaran
Baca Kitab Pendekatan Sistematika
Nuzulnya
Wahyu (SNW)”
Disusun
Untuk Memenuhi Mata kuliah TBK II
Disusun oleh :
KHUSMAN NASIR
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM LUQMAN AL HAKIM SURABAYA
2023
KATA PENGANTAR
بسم الله الرح من الر حيم
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada
penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Dasar-dasar
jurnalistik (TBK II)” ini dengan lancar. Penulisan makalah ini bertujuan
untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen matakuliah Ilmu
Dakwah.
Makalah ini
ditulis dari hasil penyusunan materi-materi yang penulis peroleh dari buku
panduan yang berkaitan dengan jurnalistik, serta infomasi dari media massa yang
berhubungan dengan Kerangka Analisis TBK II Tak lupa penyusun ucapkan terimakasih kepada pengajar
matakuliah TBK II atas bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini.
Juga kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah ikut andil dalam penyusunan
makalah ini, sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Penulis
berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita
semua, serta dapat menambah wawasan kita mengenai Kerangka Analisis
Ilmu Dakwah, khususnya bagi penulis. Memang makalah ini masih jauh dari
sempurna, maka penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.
Surabaya,
24 Juli 2023
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Dalam
sejarah Islam, kita ketahui setidaknya ada tiga hal yang menjadi dasar bahkan orientasi seorang muslim dalam
mempelajari bahasa Arab bagi seorang pembelajar muslim. Pertama, Rasulullah saw
bersabda karena beliau orang Arab. Kedua, karena Al-Quran diturunkan Alloh swt
kepada Rasul-Nya dengan bahasa Arab.
Dan ketiga, karena penghuni Surga
berbahasa Arab.
Tiga
hal ini tidak terpisah satu dengan yang lainnya, bahkan ketiganya merupakan
satu kesatuan dan perlu dilakukan secara simultan bersamaan sehingga memberi
pengaruh dampak yang baik dalam menghantarkan seorang pembelajar Muslim menjadi
manusia yang diridhoi Allah swt, masuk pada Surga-Nya. Pemahaman sederhananya,
yaitu seseorang yang beriman kepada Alloh SWT kalau mau masuk surga Alloh SWT
di Akhirat, maka harus berakhlak dan mengamalkan Al-Quran dalam kehidupan
mereka di dunia. Dalam mengamalkan Al-Quran itu harus meniru dan mencontoh
kepada Nabi Muhammad SAW, karena Baginda Nabi Muhammad SAW akhlak beliau adalah
Al-Quran. Dan bahasa Arab sebagai jalan untuk melalui ketiganya.
Karenanya,
bahasa Arab merupakan sarana untuk memahami ajaran agama Islam
yang telah disusun oleh para Ulama’ sebagai pewaris Nabi Muhammad SAW, dalam
ragam ilmu yang banyak dengan kitab para Ulama’ yang terus dikaji dan terus dilanjutkan dari generasi ke
generasi. Dengan cara ini, jadilah agama Islam terpelihara dari ajaran yang
salah dan sesat. Karya-karya para Ulama’ terdahulu
diabadikan dalam bentuk tulisan pada kitab-kitab turots, tidak seperti
zaman sekarang dengan rekaman suara. Dengan demikian, kemampuan membaca Kitab
turots selalu mendapat perhatian yang lebih, khususnya para pelajar dan sarjana
Muslim.
Baca
kitab merupakan istilah yang khusus digunakan terhadap kegiatan membaca pada
buku berbahasa Arab yaitu kitab para ulama terdahulu (salaf) ataupun kitab para
ulama kontemporer (khalaf). Dalam baca kitab, terdapat dua proses yang
dilakukan, yaitu pertama, proses pelafalan atau penyebutan huruf-huruf dalam
kata sehingga menjadi satu kalimat sempurna dan kedua, proses pemahaman
terhadap teks tulisan sehingga pemahaman itu benar seperti yang diharapkan.
Dalam proses penyebutan huruf-huruf hijaiyah maka seorang pembaca harus
memahami dan menguasai ilmu huruf sifatul huruf dan makhorijul huruf yang benar
termasuk juga didalamnya adalah ilmu tajwid yang meliputi panjang dan pendek
bacaan. Adapun dalam proses pemahaman yang benar, seorang pembaca perlu
memahami ilmu tentang kata, susunan kata sehingga menjadi satu kalimat atau
susunan dua kalimat atau lebih. Dan ilmu ini disebut juga dengan ilmu qowaid,
yaitu Nahwu dan Shorof. Pada kajian ini akan diuraikan mengenai baca kitab
meliputi ilmu-ilmu dasar yang wajib dimiliki dan akan diterapkan dalam
pembelajaran dengan berfikir sistem mengikuti pendekatan Sistematika Nuzulnya
Wahyu.
Sistematika
Nuzulnya Wahyu (SNW) adalah manhaj gerakan dakwah dan tarbiyah Ormas Islam
Hidayatullah. Dalam manhaj ini, dijelaskan bahwa agar perjalanan seorang Muslim
benar dan tepat serta tetap istiqomah (konsisten), maka diperlukan pola dasar
sebagai acuan dan arahan mencapai tujuan yang dicita-citakan. Pola dasar ini
dilingkungan lembaga dakwah Hidayatullah dikenal dengan istilah Sistematika
Nuzulnya Wahyu (SNW). Disebut demikian, karena tahapan-tahapan pembinaan
seorang Muslim didasarkan atas urutan-urutan turunnya wahyu kepada Rasulullah
SAW. Pola dasar ini diilhami oleh tarbiyah Allah swt kepada Rasul-Nya, kemudian
tarbiyah Rasulullah saw kepada para Sahabat RA dan seterusnya. Di lembaga
dakwah Hidayatullah, juga sering disebut sebagai Manhaj Nubuwwah.
SNW
merupakan pola yang diambil dari 5 surah awal Al-Quran yaitu Surah AlAlaq,
Al-Qolam, Al-Muzammil, Al-Mudatstsir dan Al-Fatehah. [1]
Penjelasan lebih lengkap akan disampaikan pada bagian berikutnya. “Tuhanku
telah mendidikku dengan sebaik-sebaik pendidikan/ta’dib (Addabani Robbi fa Ahsana Ta’diibii)”,
demikian sabda Rasulullah saw.
Di
samping itu, terdapat karakter yang kuat dalam manhaj ini, karena berbasis pada
Halaqoh dengan system Talaqqi, maka pembinaan itu sangat berkesan bagi peserta
pembinaan yang selanjutnya disebut kader.
Titik fokus pembinaan kader ini adalah pada kualitas. Sebab, kualitas
sebuah jamaah sangat menentukan proses tercapainya tujuan sebuah pergerakan
dakwah dan tarbiyah, disamping kuantitasnya. Manhaj SNW merupakan manhaj yang
berupaya untuk menjaga dan meningkatkan kualitas jamaah di Hidayatullah.
Jenjang pembinaan itu itu terdiri dari marhalah Ula, Wusto dan marhalah Ali.
Pada manhaj ini, pembinaan dilakukan secara berjenjang dan berkesinambungan. Yang menarik menjadi catatan, dalam pembinaan
kader bukan hanya ditunjukkan jalan tetapi betul-betul dihantarkan untuk sampai
kepada tujuan yang dikehendaki.
Salah
satu indikator keberhasilan, sampai pada yang dikehendaki yaitu seorang peserta
pembinaan dihantar dari kesadaran berislam secara individu menuju kesadaran
berislam secara berjamaah sehingga Islam yang memiliki visi kaffatan linnas (untuk seluruh manusia) dan rahmatan lil alamin (rahmat bagi alam semesta) hanya
dapat dicapai bila ada jamaah.[2]
Dari
uraian tersebut, maka kajian ini akan menjelaskan dan menguraikan desain
pembelajaran baca kitab dengan
pendekatan Sistematika Wahyu (SNW). Dan pada bagian selanjutnya, akan
dijelaskan pembahasan tentang baca kitab dari sisi teori dan praktek, sehingga
menjadi jelas dan terang yang dimaksud dengan baca kitab dan kemampuan membaca
kitab. Selanjutnya akan diuraikan mengenai Sistematika Nuzulnya Wahyu yang
menjadi pola dasar gerakan dakwah dan tarbiyah Organisasi Masyarakat Islam
Hidayatullah. Dan pada bahasan berikutnya, dipaparkan desain pembelajaran baca
kitab dengan pendekatan Sistematika Nuzulnya Wahyu. Semoga sedikit pemikiran
dalam kajian ini, menjadi sumbangsih kecil dalam khazanah keilmuan khususnya
pada pembelajaran bahasa Arab. Disamping itu, kajian ini diharapkan bisa
menjadi desain pembelajaran baca kitab yang efektif dan efisien bagi pembelajar
bahasa Arab, terlebih khsusus yang memiliki kemauan besar untuk mampu membaca
kitabkitab para Ulama dan cendekiawan Muslim.
BAB II
PENJELASAN
A. Pembahasan
Kitab Dan Baca Kitab
Pada
bagian ini akan dibahas tentang pengertian kitab dan baca kitab termasuk juga
di dalamnya hal-hal yang berhubungan dengan tema kitab dan baca kitab. Sebelum
pembahasan tentang Baca Kitab, terlebih dahulu perlu dipahami apa yang dimaksud
kitab. Pengertian kitab pada kajian ini adalah kitab kuning atau kitab gundul,
yang umumnya menjadi sumber utama pembelajaran para santri di Pesantren dan
Madrasah di Nusantara. Kitab-kitab ini mempunyai peranan yang sangat penting
dalam mengembangkan ajaran agama Islam di seluruh Dunia. Kitab tersebut berisi
ilmu- ilmu keIslaman, seperti ilmu fiqih, ilmu tauhid, ilmu akhlak, yang
ditulis dan dicetak dengan bahasa Arab.
Disebut
kitab kuning karena umumnya dicetak di atas kertas berwarna kuning yang
berkualitas rendah. Dalam perkembangannya, sudah banyak juga kitab-kitab para
Ulama yang dicetak dengan kertas yang lebih bagus dan berwarna putih, bahkan
tulisan pada kitab juga sudah diberi warna-warna yang lainnya. Kitab ini juga
sering disebut kitab gundul, disebabkan tulisan bahasa Arab hanya berupa
huruf-huruf yang tidak diberikan harkat/syakal. Sehingga tidak semua orang bisa
membaca kitab ini, jika hanya mempunyai pemahaman tentang huruf hijaiyah saja.[3]
Kadang-kadang
lembar-lembaranya lepas tak terjilid sehingga bagian-bagian yang perlu mudah
diambil. Biasanya, ketika belajar, para santri hanya membawa lembaran-lembaran
yang akan dipelajari dan tidak membawa kitab secara utuh. Ini sudah merupakan
kharisma dari kitab kuning sehingga kitab ini menjadi kitab yang unik untuk
dipelajari.
B. Pembelajaran
Baca Kitab
Dalam pembelajaran bahasa Arab
uraian mengenai jenis membaca memiliki maksud yang hampir sama dengan apa yang
diuraikan oleh guru bahasa Indonesia. Thoaimah dan Al Khuli membagi kegiatan
membaca dengan membaca bersuara dan membaca (tidak bersuara) dalam hati, Qiroah Jahriyah (Shoitah) dan Qiroah Sirriyah
(Shomitah).[4]
Pembelajaran Qiroah bertujuan
untuk memberikan kemampuan kepada murid atau pembelajar dalam kemampuan membaca
permulaan sampai dengan membaca lanjut. Membaca permulaan adalah membaca bagi
pemula yang meliputi pengenalan murid terhadap nama-nama huruf hijaiyah, nama
dan bunyi tanda baca, bagaimana ketika huruf hijaiyah ada tanda bacanya.
1.
Membaca Teknik Dasar ( Membaca
dengan suara keras )[5]
Membaca
teknik ialah membaca dengan lafal suara yang baik dan benar dan intonasi yang
wajar. Pengajar atau dosen harus melatih pembelajar untuk melafalkan huruf
hijaiyah dalam kata atau kalimat sesuai dengan tempat keluarnya huruf dan
sesuai dengan sifat-sifat hurufnya. Panjang pendeknya bacaan dan berhenti atau
lanjutnya bacaan dalam kata kalimat. Biasanya pembelajaran membaca teknik
dengan cara menyimak dan menirukan, sampai pada tahapan benar secara makhroj
dan tanda baca. Pembelajaran membaca teknik bisa dilakukan dengan cara
individual dan klasikal.
2.
Membaca dalam Hati
Membaca
dalam hati perlu dilatih setelah mahasiswa menguasai kemampuan membaca teknik
dengan penguasaan tata bahasa ilmu nahwu dan shorrof yang baik. mahasiswa
dilatih membaca teks dengan tanpa suara dan bibir tidak bergerak. Membaca dalam
hati bisa digunakan sebelum membaca dengan suara yang keras. Membaca dalam hati
bagi pembelajar tingkat lanjut berfungsi untuk membaca dengan memahami isi
bacaan.
Membaca
jenis ini disebut oleh guru bahasa Indonesia dengan istilah membaca pemahaman,
yang berarti membaca tanpa suara dengan tujuan memahami isi bacaan. Untuk
memberikan penilaian apakah mahasiswa memahami maksud bacaan adalah dengan cara
menceritakan kembali isi bacaan atau mengajukan pertanyaan seputar isi bacaan.
Keadaan ini bisa disebut juga dengan kemampuan memahami dan memberi pemahaman
kepada orang lain ( Maharotul
Fahmi wal Ifham ).7 Proses memahami dan memberi pemahaman
kepada orang lain adalah memahami bahasa tulisan dengan membaca dan
menyampaikan kepada orang lain dengan bahasa lisan.
Di
samping yang disebutkan di atas, guru-guru bahasa Indonesia juga menambahkan
pembelajaran membaca dengan; membaca indah, membaca cepat, membaca pustaka dan
membaca bahasa. Secara singkat istilah
tersebut diuraikan berikut ini. فعالية وسيلة
قراءة النصوص العربية في تنمية مهارة الكلام: بحث تجريبي بالتطبيق في جامعة لقمان
الحكيم Damanhuri, 7 .الاسلامية
بسورابايا Diss. Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim, 2011
-
Membaca Indah ialah seperti
membaca puisi atau fiksi dengan intonasi yang tepat dan emosi yang baik.
Kegiatan ini bersifat apresiatif sehingga melibatkan penghayatan, penjiwaan dan
emosi.
-
Membaca cepat bertujuan agar siswa
dapat membaca dengan cepat dengan waktu yang ditentukan. Waktu yang ditentukan
sesuai dengan tingkat kesukaran bahan bacaan. pembelajar perlu dilatih gerakan
mata, arah pandangan, hindari membaca kata demi kata dan menunjuk bacaan dengan
satu jari.
-
Kegiatan membaca pustaka merupakan
kegiatan membaca di luar jam formal
perkuliahan. Kegiatan ini dapat berupa penugasan individu maupun kelompok.
Kegiatan ini bertujuan agar dapat mengembangkan minat mahasiswa dalam
membaca.Biasanya, untuk pondok pesantren dengan diberi permasalahan yang harus
dijawab seperti masalah fiqh dan tata bahasa.
-
Yang terakhir adalah membaca
bahasa yaitu kegiatan membaca ditekankan untuk memahami kebahasaan, bukan
memahami isi. Jadi melalui membaca kebahasaan siswa dapat dilatih mengenai
makna dan penggunaan kata, pemakaian imbuhan, ungkapan serta kalimat.
Dari
uraian di atas, tujuan dari pembelajaran baca kitab adalah meliputi dua jenis
membaca, membaca dengan suara keras, yaitu membaca teknik dasar dan membaca
pemahaman. Membaca teknik dasar ini akan benar jika memahami ilmu shorof. Ilmu
shorof merupakan salah satu ilmu bahasa Arab yang mengkaji tentang keadaan
sebuah kata. Bahasan Shorof meliputi bagaimana pembentukan kata tersebut,
apakah terbentuk dari huruf-huruf yang shohih atau tidak, kata tersebut mengikuti
wazan apa, dan lain sebagainya yang
terkait dengan kata.[6]
Adapun membaca pemahaman, selain
memahami ilmu shorof juga harus memahami ilmu Nahwu. Ilmu Nahwu tidak dapat
diabaikan bahkan yang pertama dan utama harus dipelajari karena tanpa ilmu
nahwu, membaca pemahaman tidak akan tercapai. Artinya, pemahaman dari pembelajaran
baca kitab akan keliru dan salah.
Demikian yang disampaikan
Al-Imrithy dalam nazom
matan Al-Jurumiyah.
والنحو أولى أولا أن يعلم # إذ الكلام دونه لن يفهم
Artinya,
“Ilmu Nahwu adalah yang pertama dan utama
untuk dipelajari karena ungkapan bahasa (kalam) tanpa ilmu nahwu maka tidak
akan bisa dipahami”. [7]
Selanjutnya apa yang dimaksud
dengan ilmu Nahwu? Fayrus Abadi
mengartikan
Nahwu secara bahasa adalah الجهة و الطريق (jalan dan
arah)10. Sedangkan Al-Razi (1992:133), mengartikan nahwu adalah الطريق و القصد jalan dan
tujuan.[8] Akan
tetapi, nahwu menurut istilah ulama bahasa adalah terbatas pada pembahasan
masalah البناء و الإعراب (i’râb dan binâ’) juga diterangkan al-Jurjani
dalam kitab al-Ta’rifaat, yaitu penentuan baris ujung
sebuah kata sesuai dengan posisinya dalam kalimat ( الجملة ), antara lain sebagai berikut,
النحو قواعد يعرف بها أحوال الكلمات العربية إعرابا و بناء
Nahwu adalah aturan-aturan yang
dapat mengenal hal ihwal kata-kata bahasa Arab, baik dari segi i’rab maupun
bina’.
Bahasan ilmu Nahwu sebagaimana pengertian
ulama mencakup I’rab dan Bina’, termasuk dalam kajian Nahwu adalah pembahasan ilmu
shorof.[9]
C. Sistematika Nuzulnya Wahyu
Pada bagian ini akan kita uraikan
secara singkat, Manhaj Sistematika Nuzulnya Wahyu yang dirumuskan dan dipolakan
oleh Pendiri Ormas Hidayatullah, Al Ustadz K.H. Abdullah Said, yang selanjutnya
dijadikan sebagai manhaj gerakan dakwah dan tarbiyah Organisasi Masyarakat
Islam Hidayatullah. Tulisan ini tidak menguraikan dari awal gerakan Ustadz K.H.
Abdullah Said untuk mengenal beliau, dari masa kelahiran sampai masa muda, atau
ketika pengalaman belajar beliau atau dalam mengeluti organisasi sampai saat
ini. Cukuplah mengenal kebesaran beliau lewat karya nyata yaitu Organisasi
Masyarakat Islam Hidayatullah yang terus bergerak melewati peningkatan demi
peningkatan.
Menurut
Manshur Salbu, Ustadz Abdullah Said selalu menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai
tolak ukurnya. Itulah sebabnya perjalanan kehidupan dan perjuangan Nabi
Muhammad SAW yang selalu menjadi standarnya. Ada pertanyaan yang selalu
menyeruak dalam benak Abdullah Said, “Mengapa Nabi
Muhammad SAW begitu
cepat mencapai hasil sedangkan kita tidak? Dalam waktu 23 tahun hal-hal dasar
dalam perjuangan selesai, merombak kultur jahiliah menjadi kultur islamiah.
Padahal, kalau tentang konsep perjuangan, bukankah Al-Quran yang digunakan Nabi
Muhammad SAW itu juga yang ada sekarang? Tanpa perubahan sedikitpun. Kalau soal
berpedoman pada Al-Quran, semua lembaga perjuangan Islam mengaku Al-Quran sebagai
pedomannya. Lalu di mana letak masalahnya?”[10]
Pertanyaan
itulah yang terus dicari jawabannya, sehingga ketemulah kesimpulan bahwa
rupanya letak kekeliruannya pada cara mempelajari Al-Quran. Karena mempelajari
Al-Quran tidak berdasarkan urut-urutan turunnya sehingga cara kita menyelaminya
tidak sistematis. Abdullah Said menguatkan kesimpulan tersebut dengan keyakinan
diri, bahwa pasti bukanlah kebetulan kalau Al-Alaq 1-5 yang pertama diturunkan
kemudian surat-surat yang lain, karena pasti ada target Alloh SWT di balik itu.
Dari sinilah, kemudian lahir Manhaj Sistematika Nuzulnya Wahyu (SNW).
Menurut Alimin Mukhtar, secara
umum, alur pemikiran manhaj ini dapat dirunut dari 6 fakta serta konsep yang
sudah sangat dikenal dalam khazanah pemikiran Islam, terutama yang berkenaan
dengan al‐Qur'an, hadits dan sirah, yakni:
1.
Konsep tartib nuzuli dan tartib
mushhafi
2.
Konsep marhalah wahyu
3.
Riwayat asbabun nuzul dan
penelusuran kualitas sanad‐nya
4.
Fakta surah‐surah Makkiyyah dan Madaniyyah
5.
Konsep an‐nasikh wal mansukh
6.
Periode‐periode dakwah Rasulullah dalam sirah nabawiyah
Konsep
pertama berangkat dari adanya perbedaan antara susunan surah dalam mushhaf al‐Qur'an yang kita kenal sebagai Mushhaf 'Utsmani dengan
catatan riwayat tentang tarikh nuzul‐nya surah‐surah tersebut. Yang pertama disebut tartib mushhafi,
sedang yang terakhir disebut tartib nuzuli. Menurut para ulama', masing‐masing mengandung hikmah tersendiri. Hikmah dan uraian
ringkas tentang tartib mushhafi dapat kita temukan – misalnya – pada pembukaan dan penutup
terjemah setiap surah al‐Qur'an, sebagaimana diterbitkan
Departemen Agama Republik Indonesia. Namun, tentang hikmah tartib nuzuli, masih
sangat jarang disentuh serta dibahas secara spesifik.
Pada
konteks ini, manhaj Sistematika Nuzulnya Wahyu adalah pemikiran dalam gerakan
dakwah yang mengambil peran menggali hikmah‐hikmah di balik tata urutan penurunan al‐Qur'an yang unik tersebut, serta berusaha menerapkannya
dalam tarbiyah pribadi dan umat.
Konsep kedua, yakni marhalah
wahyu, merujuk kepada penahapan tertentu dalam tarikh nuzul‐nya surah‐surah al‐Qur'an, dimana Rasulullah dan para Sahabat dipandu tahap
demi tahap, langkah demi langkah, sampai mantap dan siap tampil sebagai pribadi
unggul yang layak menyandang amanah Allah sebagai khalifah di muka bumi.
Berbagai literatur klasik membahas masalah penahapan dalam al‐Qur'an dan menyimpulkan hikmah‐hikmah besar yang ada di dalamnya, sebagai strategi
dakwah yang jitu menghadapi realitas masyarakat tertentu.
Dalam
beberapa hal, konsep marhalah wahyu atau penahapan turunnya alQur'an ini
berkaitan erat dengan konsep kelima, yakni masalah annasikh wal mansukh, walau
tidak selamanya demikian. Konsep ini juga dapat digabungkan dengan catatan
sirah secara lebih rinci, misalnya antara fase da'wah sirriyyah dan jahriyyah;
atau pengelompokan global lewat surah‐surah fase Makkiyyah dan
Madaniyyah. Bila konsep‐konsep ini dirangkaikan sedemikian
rupa, maka penahapan yang dimaksud oleh manhaj ini akan semakin mudah dipotret
panoramanya.
Adapun
asbabun nuzul, hal ini sangat bermanfaat dalam usaha memahami makna suatu ayat
atau surah, yang jika ke‐shahih‐an riwayatnya dapat dijamin, maka akan lebih memudahkan
kita untuk meletakkannya dalam bingkai sirah nabawiyah. Apabila tahap ini dapat
diselesaikan secara ilmiah, maka makna surah atau ayat tersebut dapat ditemukan
fakta penerapannya menurut catatan sirah. Manhaj ini cukup berkepentingan
terhadap penempatan makna tersebut, sebagai bahan untuk meracik resep tarbiyah
pribadi maupun umat.
Dengan demikian, pada prinsipnya,
manhaj Sistematika Nuzulnya Wahyu adalah pemikiran tentang metodologi dakwah
dan tarbiyah dalam upaya menegakkan kembali 'izzul Islam wal muslimin, lewat
penerapan hikmah‐hikmah yang terkandung dalam tahap‐tahap penurunan al‐Qur'an selama 23 tahun kepada Rasulullah dan para
Sahabat.[11]
Hidayatullah
sebagai lembaga dakwah dan tarbiyah
mempunyai visi membangun peradaban Islam. Lahan garapannya sangat luas
sekali, meliputi santri, keluarga muslim dan masyarakat umum. Cakupannya di
samping wajib menguasai ilmu fardhu ain, sebagai acuan untuk membangun tujuan
hidup (Minhajul
Hayah),
juga menyentuh ilmu yang lain (wasilatul
hayah),
baik yang bersifat primer (dhoruriyat), sekunder (hajiyat) dan pelengkap. Agar
pengembangannya bisa dilakukan secara berkesinambungan dan konsisten,
diperlukan pola dasar, sebagai acuan terhadap langkah perjuangan menuju tujuan
akhir. Pola dasar ini dinuqil dan ditransformasikan dari tarbiyah Alloh SWT
kepada Rosul-Nya Muhammad SAW, kemudian tarbiyah Rosulullah SAW kepada para
Sahabat dan Ummatnya. Dari Madrasatulloh (Addabani Robbi fa-ahsana ta’dibi) dan Madrasatur Rosul di Darul
Arqam terbukti secara historis, melahirkan generasi terbaik, generasi khoiru
ummah.
Pola
dasar ini dikenal dengan istilah Sistematika Nuzulnya Wahyu (SNW). Disebut
demikian karena tahapan pembinaannya didasarkan atas urut-urutan turunnya
surat-surat Al- Quran kepada Rosulullah SAW.[12]
SNW sebagai pola dasar terdiri lima surah awal yang diturunkan kepada
Rasulullah SAW. Lima surah awal ini secara konsensus disepakati secara ber-urut
yaitu surah Al-Alaq ayat 1-5, surah Al-Qolam ayat 1-7, surah Al-Muzammil ayat
1-10, surah Al-Mudatssir ayat 1-7 dan surah Al-Fatihah ayat 1-7. Ada nilai-nilai lainnya, yang
diambil sebagai spirit dalam kajian ini, yaitu berupa gagasan besar Abdullah
Said yang terus dan harus diwariskan, antara lain Visioner, tahapan yang sistematis,
strategis dan taktis, berwawasan global, kerja keras dan ikhlas.[13]
BAB IV
SISTEMATIKA NUZULNYA WAHYU (SNW)
A. Pola
Manhaj Sistematika Nuzulnya Wahyu.
Berikut ini adalah penjelasan singkat tentang
Sistematika Nuzulnya Wahyu (SNW) yang dijadikan sebagai pendekatan dalam
pembelajaran baca kitab pada kajian ini.[14]
1.
Menggugah Kesadaran dengan al‐‘Alaq
Ber‐Iqra', membaca, adalah perintah Allah yang pertama,
sebelum perintah shalat, puasa, zakat. Allah memerintahkan hamba‐Nya agar membaca dan membaca. Membaca dalam cakupan Iqra'
dapatlah diartikan seluas‐luasnya, bukan hanya tekstual,
karena mencakup pilihan jalan hidup. Di samping itu, Islam bukanlah dogma,
melainkan konsep yang harus dihayati dengan penuh kesadaran. Islam tidak
menghendaki umatnya menjalankan agamanya secara taqlid, membabi buta. Islam
adalah agama kesadaran, ad‐diinu 'aqlun la diina liman la
'aqla lahu. Agama adalah kesadaran, tidak sempurna agama seseorang yang tidak
memiliki kesadaran. Proses Iqra' itu diharapkan sampai kesadaran akan
eksistensi pencipta (al‐Khaliq) da eksistensi manusia.
Upaya manusia untuk mengenal Allah secara baik begitupula mengenal dirinya di
hadapan Allah akan melahirkan suatu sikap penyerahan diri secara total kepada
Allah, bahwa hidup ini hanya pengabdian diri kepada Allah, lewat suatu
pengakuan syahadat la ilaha illallah. Selanjutnya ayat 4 dan 5 menyatakan bahwa
Muhammad adalah manusia yang secara langsung dibimbing oleh Allah dengan
diturunkannya wahyu kepadanya. Karena itu ayat ini mengantarkan kita untuk
bersyahadat dengan Muhammad Rasulullah. Inilah makna surat pertama, al‐'Alaq: 1‐5,
"Bacalah dengan (menyebut)
nama Rabb‐mu
yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah,
dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan
qalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya."
2.
Meniti Jalan dengan al‐Qalam
Setelah
bersyahadat, tentunya cita‐cita seseorang tiada lain kecuali
menegakkan kalimatullah yang al‐ulya. Keinginannya, adalah
menyaksikan kehidupan yang harmoni dalam tata aturan Allah, karenanya perlu
disiapkan metode untuk mencapai obsesi itu. Maka diturunkanlah konsep
sebagaimana tercakup dalam surat al‐Qalam 1‐7.
"Nuun,
demi qalam dan apa yang mereka tulis. Berkat nikmat Tuhanmu, kamu (Muhammad)
sekali‐kali
bukan orang gila. Dan sesungguhnya bagi kamu benar‐benar pahala yang tiada putus‐putusnya. Da sesungguhnya kamu
benar‐benar
berbudi pekerti yang agung. Maka kelak kamu akan melihat dan mereka (orang‐orang kafir) pun akan melihat.
Siapa diantara kalian yang gila. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia lah yang paling
mengetahui siapa yang sesat dari jalan‐Nya, dan Dia lah yang paling Mengetahui orang‐orang yang mendapat
petunjuk."
Yang
ingin dicapai dari tahap ini adalah kuatnya keyakinan akan kebenaran laa ilaha
illallah. Ini perlu untuk memberi kekuatan moral di tengah runyamnya kehidupan.
Sebagaimana diketahui, pada masa ini suatu kebenaran bisa menjadi olokan,
sementara tindakan kemungkaran justru diagung‐agungkan. Pernyataan bahwa pembawa kebenaran bukanlah
termasuk kelompok orang gila, dengan banyak pengertian akan memberikan semangat
juang yang luar biasa. Mereka yang telah menghayatinya akan mendapatkan
motivasi hingga rela mengorbankan apapun demi terwujudnya cita‐cita menegakkan kalimat Allah.
3.
Membentuk Watak dan Kepribadian
dengan al‐Muzzammil
Semua
pekerjaan menuntut persyaratan pribadi. Untuk melanggengkan cita‐cita menegakkan laa ilaha illallah perlu keutuhan dalam
menampilkan diri sebagai seorang muslim sejati. Identitas ini bahkan harus
melekat di manapun berada, bukan hanya bila di muka umum. Islam menyiapkan
konsep selanjutnya demi menjaga kualitas diri, yakni dengan memotivasi umatnya
agar memperhatikan ibadahnya. Persyaratan inilah yang dituntut dalam hadapan
selanjutnya sebagaimana terangkum dalam wahyu yang ke‐3, al‐Muzzammil 1‐10.
"Hai
orang yang berselimut (Muhammad). Bangunlah (untuk mengerjakan shalat) di malam
hari, kecuali sedikit (daripadanya). (Yaitu) setengahnya atau kurangilah dari
setengah itu sedikit. Atau lebih dari setengah itu, dan bacalah al‐Qur'an itu dengan tartil (perlahan‐lahan). Sesungguhnya kami akan
menurunkan kepadamu perkataan yang berat. Sesungguhnya bangun di waktu malam
adalah lebih tepat (untuk khusyu') dan bacaan di waktu malam itu lebih
berkesan. Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai urusan yang panjang
(banyak). Sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadahlah kepada‐Nya dengan penuh ketekunan. (Dia
lah) Tuhan masyriq dan maghrib, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan
Dia, maka ambillah dia sebagai pelindung. Dan bersabarlah terhadap apa yang
mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik."
Yang
paling ditekankan dalam al‐Muzzammil adalah shalat malam,
sebagai ibadah tambahan. Hal ini menyiratkan asumsi bahwa ibadah-ibadah wajib
dengan sendirinya sudah dilaksanakan. Shalat malam juga menjadi persyaratan
akhlaq pejuang kebenaran karena di balik itu Allah menjanjikan banyak kelebihan
yang tidak akan dimiliki orang biasa. Tuntutan kedua adalah memperbanyak
membaca dan mempelajari al‐Qur'an. Kemudian memperbanyak
dzikir dalam arti menjalin hubungan kontinyu dengan Allah subhanahu wa ta'ala.
Selanjutnya memiliki sifat sabar dan tawakkal, yang menggambarkan sosok pribadi
tenang penuh perhitungan, serta memiliki kesiapan menanggung resiko apapun
juga. Sikap terakhir sebagai penyempurna adalah hijrah, sebagai bukti
keberanian dan kesungguhan untuk meninggalkan yang buruk dan memilih yang baik,
sekalipun harus banyak berkorban.
4.
Menyatukan Langkah dengan al‐Muddatstsir.
Dengan
cita‐cita dan kekuatan pribadi seperti itu,
tahapan lanjut yang mesti dilalui adalah menyatukan berbagai potensi. Pertama
berupa pribadi‐pribadi dengan kualitas yang setara.
Penyeragaman kualitas perlu dilakukan agar langkah bisa serentak. Inilah yang
disiratkan dalamsurat keempat, al‐Muddatsir 1‐7.
"Hai
orang yang berselimut. Bangunlah, lalu berilah peringatan. Dan Tuhanmu
agungkanlah. Dan pakaianmu bersihkanlah. Dan perbuatan dosa (menyembah berhala)
tinggalkanlah. Dan janganlah kamu memberi dengan maksud memperoleh (balasan)
yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah."
Dalam
tahapan ini, selain umat Islam dituntut untuk bisa berorganisasi secara rapi,
juga harus bisa mengajak kepada kebaikan, baik ke dalam maupun ke luar. Dengan
adanya perintah untuk memberi peringatan, berarti seseorang dipersilakan untuk
menyebarkan dakwah tanpa batas. Tetapi ini semua bisa akan dilakukan dengan
sukses bila persyaratan sejak tahap pertama hingga ketiga tetap terpenuhi.
5.
Berislam Kaffah dengan al‐Fatihah
Dengan
dimasukinya tahap al‐Fatihah, tersirat keberhasilan
perjuangan yang telah mengarah kepada terwujudnya masyarakat yang penuh dengan
rahmat. Tetapi hal ini tergantung kepada keputusan Allah, tidak dipaksakan,
yang bisa dilakukan hanyalah upaya, sabar, istiqamah meniti jalan‐Nya. Dan bila Allah berkenan karena melihat hamba‐Nya memenuhi persyaratan dan kemampuan, maka
kelanjutannya akan mudah saja.
Namun
sebelumnya perlu ada pembuktian kemampuan berupa prestasiprestasi bahkan hingga
yang tak masuk akal sekalipun. Ini tidak ringan, sebagaimana perjalanan Nabi
yang penuh onak dan duri. Bila prestasi itu belum nampak, berarti ada yang
kurang dari serangkaian perjalanan dari tahap ke tahap. Mungkin persyaratan
pribadi belum terpenuhi. Atau ada anggota jamaah yang masih suka bikin dosa.
Atau istri dan anggota keluarga masih belum mau mengenakan jilbabnya dan
sebagainya. Itu semua perlu koreksi agar keberhasilan yang dicitacitakan bisa
terwujudkan, dan umat Islam bisa mengelola dunia dengan kasih sayang
sebagaimana tersirat dalam satu surah, al‐Fatihah 1‐7.
"Dengan
menyebut asma Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi
Allah, Rabb semesta alam. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Yang Menguasai hari
pembalasan. Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah
kami mohon pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus. (Yaitu) jalan
orangorang yang telah Engkau anugerahi nikmat kepada mereka, bukan (jalan)
mereka yang dimurkai (Yahudi), dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat
(Nasrani)."
B. Pembelajaran
Baca Kitab Pendekatan Sistematika Nuzulnya Wahyu.
Pada
bagian ini, akan dipaparkan tahapan pembelajaran baca kitab dengan mengambil
setitik hikmah pendekatan Sistematika Nuzulnya Wahyu. Berdasarkan pendekatan
SNW terdapat lima tahapan, seorang pembelajar dalam belajar baca kitab, sebagai
berikut :
1.
Tahapan pertama yaitu tahapan
langsung membaca.
Tahapan
ini diambil dari ayat pertama surah Al-Alaq yaitu perintah membaca, Iqro’. Perintah membaca dilakukan
berdasarkan tahapan kemampuan pembelajar. Dalam konteks pembelajaran teknik
baca kitab, yang dibaca pertama kali adalah huruf, selanjutnya kata,
selanjutnya rangkaian Kata dan selanjutnya membaca satu kalimat sempurna.
Karena tingkat pemahaman pembelajar berbeda dari aspek kualitas maka proses
membaca disesuaikan dengan tingkat wawasan dan pelajaran yang sudah diterima
oleh pembelajar.
2.
Tahapan kedua adalah tahapan
menulis.
Menulis
diambil dari nama Surah yang ke-2 dalam SNW yaitu al-Qolam yang berarti pena.
Tahapan ini merupakan lanjutan dari tahapan pertama yaitu membaca. Kegiatan
membaca yang diikuti dengan kegiatan menulis apa yang dibaca berfungsi untuk
memberikan daya ikat dan kuat dalam mengingat dan memahami.
3.
Tahapan ketiga yaitu tahapan
praktek dan latihan.
Pada
tahapan ini dihantarkan untuk banyak berlatih sehingga memahami kesalahan diri
dalam proses tahapan sebelumnya, membaca lalu menulis. Tahapan ini terinspirasi
dari surah yang ketiga dalam SNW yaitu surah al-Muzammil. Pada surah ini
terdapat penguatan untuk membersihkan diri dari dosa dengan memperbanyak amalan
al-Muzammil seperti sholat malam, baca al Quran dan sebagainya. Disamping itu
amalan pada surah ini bertujuan untuk memberi kekuatan diri dengan fungsi
menyedot kekuatan ilahiyah melalui amalan ibadah yang sudah ditetapkan. Sebab
inilah yang menjadi arahan dalam pembelajaran baca kitab bahwa banyaknya
latihan membaca teks diberikan dalam rangka memberikan kecakapan yang lebih,
dalam memahami dan menguasai bacaan sekaligus mengetahui kesalahan diri dalam
proses membaca.
4.
Tahapan keempat adalah tahapan
mengajarkan.
Mengajarkan
adalah tahapan belajar efektif. Tahapan ini mengikuti pesan surah yang keempat
dalam SNW yaitu surah Al-Mudatsir. Pada surah ini terdapat pesan untuk bangun
dan memberi ajakan atau dakwah. Mengajarkan memberikan manfaat yang besar
kepada yang memberi dan menerima. Dengan mengajarkan, kita akan semakin paham
dan menguasai sesuatu. Karena itu sangat tepat ungkapan yang mengatakan,
“Mengajar adalah belajar yang paling efektif”.
5.
Tahapan kelima adalah tahapan
kunci yaitu membuka.
Dalam
pola dasar SNW ditutup dengan wahyu yang kelima yaitu surah alFatihah. Tahapan
ini akan dicapai jika tahapan-tahapan sebelumnya sudah sukses dicapai dengan
baik. Sehingga pembelajar baca kitab yang sudah sampai pada tahapan ini
diharapkan sudah memiliki kunci untuk membuka kitab apapun dan belajar kitab
dari seorang guru karena sudah menguasai kunci dasar membaca kitab dengan
baik.
Semakin
sering proses dalam tahapan ini dilakukan maka kemampuan membaca kitab akan
semakin baik dan terus meningkat sehingga mencapai posisi yang tinggi. Dalam
proses, pembelajaran baca kitab dengan pendekatan SNW dilaksanakan dengan model
Talaqqi antara seorang murid dengan
seorang guru. Seorang murid harus membaca tulisan dihadapan seorang guru, pada
saat yang sama seorang guru harus menyimak bacaan seorang murid. Dan proses ini
dilakukan secara terus menerus, sampai seorang murid mencapai tujuan pembelajaran
baca kitab dengan sukses.
Secara
konsep, pembelajaran baca kitab dengan pendekatan SNW memberikan keyakinan diri
kepada murid/pembelajar bahwa mereka mampu menguasai baca kitab dengan baik.
Pembelajaran ini juga memberikan gambaran materi baca kitab yang utuh, sehingga
setiap murid dalam melihat materi baca kitab tidak parsial, tetapi lengkap
sesuai dengan prinsip manhaj yang selalu diulang-ulang di lembaga Hidayatullah,
misalnya memperagakan Islam secara totalitas, melingkupi seluruh aspek jasmani
dan rohani.
Di
samping itu, karakteristik para murobbi dalam SNW tidak hanya memberi tahu jalan hidayah tapi menuntun dan menghantarkan
murid sampai mencapai tujuan yang diharapkan. Gambarannya, Misal ada seorang
tamu hendak ke rumah salah satu ustadz di kampus Hidayatullah. Lalu dia
bertanya kepada dua orang santri,
“Mas, dimana rumahnya ustadz fulan?”. Santri yang pertama menjawab, “lewat jalan ini pak, lurus
terus sampai ketemu pertigaan, belok kanan ikuti jalan sampai ketemu pertigaan
belok kiri. Dua rumah kiri jalan, itu rumahnya pak”. Adapun santri yang kedua setelah
ditanya, berujar begini,
“mari pak, ikut saya! Saya antar ke rumah ustadz fulan”.
Belajar
baca kitab dengan pendekatan SNW adalah metode mudah belajar baca kitab yang
sangat cocok bagi semua kalangan. Karena pendekatan ini merupakan metode
belajar baca kitab dengan berpikir system yang disampaikan secara
berangsurangsur sesuai dengan urut-urutan wahyu
yang turun sebagaimana wahyu diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Tartib
Nuzuli adalah urutan turunnya ayat atau surah dalam Al-Quran, tartib nuzuli
adalah spirit dalam pembelajaran pendekatan SNW. Ada dua jenis pendekatan dalam
pembelajaran, yaitu Pedagogi atau
dikenal dengan pembelajaran anak-anak dan Andragogi atau pembelajaran untuk
dewasa.
Metode
SNW adalah pendekatan pembelajaran untuk orang dewasa, karena menekankan pada tahapan pembelajaran
sesuai kebutuhan murid/pembelajar. Orang dewasa merasakan bahwa konsep-diri
seseorang dapat berubah. Mereka mulai melihat peranan
sosial mereka dalan hidup tidak lagi sebagai peserta didik “full time”. Mereka melihat dirinya sebagai penghasil
atau pelaku. Sumber utama kepuasan-diri mereka adalah penampilannya sebagai
anggota masyarakat yang memiliki status dan peran yang otonom (misalnya;pekerja,
suami/isteri, orang tua, dan warga masyarakat/negara).
Konsep
diri mereka sebagai pribadi yang mengarahkan dirinya sendiri. Mereka melihat
dirinya sebagai sosok yang mampu membuat keputusan-keputusan mereka sendiri dan
menghadapi akibat-akibatnya, mengelola hidup mereka sendiri. Dalam hal itu
mereka juga mengembangkan satu kebutuhan psikologis untuk dilihat orang lain
sebagai orang yang mampu mengarahkan diri sendiri.
Pembelajaran
pendekatan SNW mengembangkan strategi
yang sesuai dengan kondisi dan karakter murid. Strategi pembelajaran dapat
ditinjau dari ilmu, seni dan keterampilan yang digunakan pendidik dalam
membantu (memotivasi, membimbing, membelajarkan dan memfasilitasi) peserta
didik dalam belajar.
Strategi
pembelajaran merupakan prosedur
pembelajaran dalam mengelola secara sistematis kegiatan pembelajaran dari
beberapa komponen pembelajaran
(materi pembelajaran, peserta
didik, waktu, alat, bahan, metode pembelajaran, sistem evaluasi) dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Strategi pembelajaran orang dewasa (andragogi)
merupakan prosedur yang dilakukan dalam membantu orang dewasa dalam belajar.
Dalam belajar, orang dewasa telah memiliki konsep diri yang harus dihargai,
memiliki pengalaman yang dapat dijadikan sumber belajar, orientasi belajar
diarahkan pada upaya pemenuhan kebutuhan dan peningkatan peran dan status
sosial dalam masyarakat.[15]
Pendekatan andragogi mendorong
siswa untuk belajar secara mandiri. Oleh karena itu, siswa harus bisa
memanfaatkan sumber belajar yang ada di sekitarnya secara mandiri. Salah satu
sumber belajar yang bisa dimanfaatkan oleh siswa dan mudah diakses adalah
internet.[16]
Adapun
tahapan materi pembelajaran baca kitab pendekatan SNW dimulai dari pengenalan
Isim, pengenalan Huruf Jar dan Huruf Nasikh, membaca Isim Mufrod, membaca Isim
Mutsanna/Tatsniyah, membaca Jamak Muzakkar, membaca Jamak Muannats, membaca
Jamak Taksir, membaca Isim Maqshur dan
Isim Manqush, membaca Isim Ghoiru Munshorif, pengenalan
Isim Dhomir, pengenalan Fi’il, membaca Fi’il Madhi, pengenalan Huruf Nashob dan
Huruf Jazm, membaca Fi’il Mudhori’dan membaca Fi’il Amar. Semua
materi digambarkan dalam satu system Isim dan Sistem Fiil. Rinciannya antara lain belajar baca Isim
ketika sendiri, Isim setelah Huruf Nasikh (Nawasikh), Isim setelah Huruf Jar,
Isim setelah Isim yang lainnya dan
Isim
setelah Fi’il. Semua pembelajaran baca kitab ini
mengikuti cara baca dalam system Isim ini sekaligus murid/pembelajar memberikan arti/makna
sesuai dengan sistematika urutan kata pada system tersebut.
Adapun system Fi’il lebih mudah dipahami setelah murid memahami
Isim Dhomir, karena ada tautan Fi’il dengan Dhomir.
Adapun
dalam proses pembelajarannya dengan metode langsung yaitu talaqqi, tatap muka
langsung guru dengan murid. Guru sebagai uswah (contoh yang baik), memberikan
contoh bacaan yang benar kepada murid jika bacaan murid sering salah dan
keliru. Guru tidak membiarkan murid dalam kesalahan. Guru memastikan bacaan
murid benar dan lancar. Dalam proses belajar, murid belajar dari kesalahannya
sendiri dan belajar dari pengalamannya membaca. Guru tidak membiarkan murid
dalam kesalahan. Guru harus memastikan bacaan murid benar dan lancar. Guru dan
murid sebelum memulai pertemuan (tatap muka) membaca al-fatihah sebagai pembuka
dan berdoa kepada Alloh swt semoga diberikan ilmu yang bermanfaat di dunia dan
akhirat. Setelah selesai pertemuan ditutup dengan doa penutup majlis. Pemahaman
belajar baca kitab bagi murid akan diperoleh dari pengalaman belajar mereka
saat pertemuan dengan sang guru. Dengan begini, murid akan mampu mengembangkan
pemahamannya pada kitab yang lainnya dengan teks yang berbeda.
Pembelajaran baca kitab dengan
pendekatan SNW hanya membutuhkan keistiqomahan (konsistensi) dalam berlatih dan
praktek baca kitab bagi murid dan bimbingan dan arahan yang serius bagi guru.
Karenanya, belajar baca kitab pendekatan SNW memerlukan sumber belajar yang
lainnya seperti Kamus Bahasa Arab, Kitab Amtsilah Tasrifiyah dan Buku Mudah
Belajar Baca Kitab Pendekatan Sistematika Nuzulnya Wahyu. Dalam pembelajaran
ini, semua murid diyakini pasti bisa mencapai tujuan pembelajaran dan semua
murid akan mencapai tujuan pembelajaran baca kitab sesuai dengan kesungguhan
mereka. Walaupun dalam pelaksanaannya, pembelajaran baca kitab diberikan waktu
tertentu namun murid akan mencapai tingkat kemahiran membaca kitab dalam waktu
yang beragam.
BAB V
PENUTUP
E. Kesimpulan
Dari kajian dan pemaparan di atas,
maka dapat diberikan kesimpulan bahwa pembelajaran baca kitab dengan pendekatan
Sistematika Nuzulnya Wahyu dapat dipahami sebagai berikut:
1.
Pembelajaran baca kitab adalah
pembelajaran untuk menghantarkan murid/pembelajar mendapatkan kemampuan
membaca kitab para Ulama’ dalam berbagai bidang keilmuan dengan kemampuan membaca
kitab dengan benar sesuai kaidah baca kitab dan mampu memahami teks kitab
dengan benar sesuai dengan kaedah Ilmu Nahwu dan Ilmu Shorof. Pemahaman yang
benar
ini akan diketahui dengan cara
menyampaikan pemahaman kitab/isi teks kepada orang lain.
2.
Sistematikan Nuzulnya Wahyu (SNW)
merupakan manhaj dakwah dan tarbiyah lembaga dan Organisasi Masyarakat Islam
Hidayatullah yang dituangkan gagasannya oleh Pendiri Hidayatullah Ustadz K.H.
Abdullah Said. SNW juga merupakan pola dasar gerakan dakwah Hidayatullah yang
mengikuti urut-urutan wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Shollallohu
Alaihi Wasallam, sebagai metode tarbiyah Alloh SWT kepada NabiNya dan tarbiyah Rosululloh
SAW kepada para Sahabat Nabi yang mulia.
3.
Pembelajaran baca kitab pendekatan
Sistematika Nuzulnya Wahyu (SNW) merupakan pembelajaran baca kitab yang
mengambil sedikit himah dari Manhaj Hidayatullah Sistematika Nuzulnya Wahyu.
Pembelajaran baca kitab pendekatan SNW mengikuti tahapan membaca langsung
dengan metode langsung, bentuk talaqqi, tatap muka langsung antara guru dan
murid dan pengajar dan pembelajar dengan tahapan materi baca kitab mengikuti
Sistem Isim dan Sistem Fi’il. Pembelajaran baca kitab
pendekatan SNW termasuk pendekatan pembelajaran untuk orang dewasa atau disebut
juga pembelajaran Andragogi, karena focus pada kebutuhan pembelajar dan
mengikuti prinsip pembelajaran orang dewasa.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Alimin Mukhtar. Manhaj Sistematika
Nuzulnya Wahyu Konsep dan Landasan Ilmiah, 2006, Malang.
. فعالية وسيلةقراءة النصوص العربية ف
تنمية مهارة الكلام: بح ث تجري بDamanhuri. 2.
Diss. Universitas Islam Negeri بالتطبيق
ف جامعة لقمان الحكيم الاسلامية
بسورابايا.
Maulana Malik Ibrahim, 2011
3.
Damanhuri. Kepemimpinan Pendidikan
dalam Tinjauan Ilmu Shorof. Ta'dibi:
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
6.1 (2017): 63-81.
4.
Damanhuri. Nilai-Nilai Tasawuf
dalam Ilmu Nahwu (Kajian Integrasi Ilmu). Ta'dibi: Jurnal Manajemen Pendidikan
Islam 7.1 (2018): 27-48.
5.
Hamim Thohari, dkk. Panduan
Pengkaderan dan Dakwah Hidayatullah, 2015, Jakarta DPP Hidayatullah.
6.
Majdudin
Muhammad bin Ya’qub al-Fayruz Abad. Al-Qomus al-Muhit, 1983.
Jilid V. Beirut: Dar al-Fikr.
7.
Manshur Salbu. Mencetak Kader,
Perjalanan Hidup Ustadz Abdullah Said Pendiri Hidayatullah, 2009. Cet.1,
Surabaya: Suara Hidayatullah Publishing.
8.
Muhammad Ali Al Khuli. Taklim
al-Lughoh Haalat wa Takliqot, 1998, Amman :
Dar al-Falah.
9.
Muhammad
bin Abi Bakr ‘Abd al-Qadir al-Razi. Mukhtar al-Shahhah, 1992. Cet. I. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah.
10.
Pambudi Utomo. Mewujudkan Visi
Kampus Peradaban, Abdullah Said di Mata Pendiri dan Perintis Hidayatullah,
2018, Surabaya: Lentera Optima Pustaka.
11.
Qosim Nur Seha. Penjelasan
Terlengkap Seputar Perbedaan Matan, Syarah dan Hasyiyah.
https://www.santrimaroko.blogspot.com.
12.
Rusydi Ahmad Toaimah. Manaahiju Tadriisi al-Lughoti
al-Arabiyah Bi al-Ta’liimi al-Asaasiy, 1991, Kairo: Dar
al-Fikr al-Arabi.
13.
Siswanto. Tradisi Pembelajaran
Baca Kitab Kuning di Pondok Pesantren. Jurnal Ummul Qura 11.1 (2018).
14.
Solih Hasyim. Islam Jalan
Pencerahan, Sinopsis Tahapan Turunnya Wahyu, 2009.
Cet.1, Semarang: Islamuna Press.
15.
Sujarwo. Strategi Pembelajaran
Partisipatif Bagi Belajar Orang Dewasa (Pendekatan Andragogi). Majalah Ilmiah Pembelajaran 3.2 (2007).
16.
Umriyah, M., A. Yulianto, and N.
Hindarto. Penggunaan Bahan Ajar dengan Pendekatan Andragogi Sebagai Upaya
Meningkatkan Kreativitas Dan Hasil Belajar Siswa SMA RSBI. Jurnal Pendidikan
Fisika Indonesia 8.1 (2012).
17.
Yahya bin Nuruddin Al-Imrithi.
Al-Durotu Al-Bahiyah Nazm al-Ajurumiyah, tt.
Surabaya, An-Nabhan.
[1] Mukhtar, Alimin. Manhaj Sistematika Nuzulnya
Wahyu Konsep dan Landasan Ilmiah, Malang : 2006, hal 2028.
[2] Thohari, Hamim dkk, Panduan Pengkaderan dan
Dakwah Hidayatullah, Jakarta : 2015, hal 29-31.
[3] Siswanto. Tradisi Pembelajaran Baca Kitab
Kuning di Pondok Pesantren. Jurnal Ummul Qura 11.1 (2018):
74-89
[4] Toaimah, Rusydi Ahmad. Manaahiju Tadriisi al-Lughoti al-Arabiyah Bi al-Ta’liimi al-Asaasiy.
Kairo: Dar alFikr al-Arabi, 1991.
[5] Al Khuli, Muhammad Ali. Taklim al-Lughoh Haalat wa Takliqot, Amman : Dar al-Falah, 1998.
Hal 55.
[6] Damanhuri. "Kepemimpinan Pendidikan
dalam Tinjauan Ilmu Shorof." Ta'dibi:
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam 6.1 (2017): 63-81.
[7] Al-Imrithi, Yahya bin Nuruddin. Al-Durotu Al-Bahiyah Nazm al-Ajurumiyah,
tt. Surabaya, An-Nabhan. 10 al-Fayruz Abad, Majdudin Muhammad bin Ya’qub. Al-Qomus al-Muhit, 1983. Jilid V.
Beirut: Dar al-Fikr, hal 394.
[8] al-Razi, Muhammad bin Abi Bakr ‘Abd
al-Qadir. Mukhtar al-Shahhah,
1992. Cet. I. Beirut: Dar al-Kutub
al‘Ilmiyah, hal 133.
[9] Damanhuri. "Nilai-Nilai Tasawuf dalam
Ilmu Nahwu (Kajian Integrasi Ilmu)." Ta'dibi:
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam 7.1 (2018): 27-48.
[10] Salbu, Manshur. Mencetak Kader, Perjalanan
Hidup Ustadz Abdullah Said Pendiri Hidayatullah. Surabaya: Suara Hidayatullah
Publishing, 2009. Cet.1, hal 267-269.
[11] Mukhtar, Alimin. Manhaj Sistematika Nuzulnya
Wahyu Konsep dan Landasan Ilmiah, Malang: 2006, hal 25-28.
[12] Hasyim, Solih. Islam Jalan Pencerahan,
Sinopsis Tahapan Turunnya Wahyu. Semarang: Islamuna Press, 2009. Cet.1, hal 2-7
[13] Utomo, Pambudi. Mewujudkan Visi Kampus
Peradaban, Abdullah Said di Mata Pendiri dan Perintis Hidayatullah. Surabaya:
Lentera Optima Pustaka, 2018.
[14] Mukhtar, Alimin. Manhaj Sistematika Nuzulnya
Wahyu Konsep dan Landasan Ilmiah, Malang: 2006, hal 25-28 dan Hasyim, Solih.
Islam Jalan Pencerahan, Sinopsis Tahapan Turunnya Wahyu. Semarang: Islamuna
Press, 2009. Cet.1, hal 36-47.
[15] Sujarwo. "Strategi Pembelajaran
Partisipatif Bagi Belajar Orang Dewasa (Pendekatan Andragogi)." Majalah Ilmiah Pembelajaran 3.2 (2007).
[16] Umriyah, M., A. Yulianto, and N. Hindarto.
"Penggunaan Bahan Ajar dengan Pendekatan Andragogi Sebagai Upaya Meningkatkan
Kreativitas Dan Hasil Belajar Siswa SMA RSBI." Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 8.1 (2012).
Komentar
Posting Komentar